Kremasi vs Dikuburkan Dalam Proses Pemakaman Tionghoa

rumah-duka-adijasa-surabaya09


Rumah duka Adijasa menjadi pilihan tempat rumah duka bagi beberapa orang untuk melepaskan anggota keluarga yang meninggal, di rumah duka ini bisa menyelenggarakan upacara atau ritual tertentu, salah satunya adalah ritual upacara kematian etnis Tionghoa yang hidup di Surabaya.

Berdasarkan dari pengamatan yang dilakukan pada sekelompok warga Surabaya yang masih keturunan Tionghoa, umumnya mereka lebih memilih untuk melakukan kremasi daripada melakukan ritual upacara yang panjang di rumah duka Adijasa.

Alasan Memilih Kremasi

Kremasi merupakan praktek penghilangan jenazah orang yang meninggal dengan membakarnya atau pengabuan. Pada umumnya hal ini dilaksanakan di pancaka atau krematorium. Kremasi digolongkan dalam dua bagian, pertama adalah kremasi langsung yang dilakukan pasca salah satu anggota keluarga meninggal dan yang kedua adalah kremasi yang dilaksanakan lebih lama setelah meninggalnya anggota keluarga.

Untuk kremasi golongan kedua, umumnya terjadi akibat proses pemakaman sebelumnya yang mana dilakukan di pemakaman, tapi karena ada beberapa peristiwa dan alasan seperti penggusuran makam atau hal lainnya, maka anggota keluarga memilih untuk melakukan kremasi.

Pada dasarnya kremasi banyak dilakukan orang Tionghoa yang memeluk agama Buddha karena dalam ajaran Buddha juga menggunakan kremasi. Tapi tidak semua orang Tionghoa menganut agama Buddha memilih untuk melakukan kremasi pada anggota keluarganya yang meninggal, hal ini dikembalikan lagi terhadap tradisi dan kepercayaan yang sudah dianut oleh keluarga sejak nenek moyang.

Faktanya faktor agama bukanlah penentu, apakah orang Tionghoa memilih untuk melakukan kremasi atau penguburan karena ada banyak orang Tionghoa bukan pemeluk agama Buddha yang mengkremasikan anggota keluarga yang meninggal alih-alih menguburkannya dan menyebarkan bunga duka Adijasa.

Faktor utama yang menyebabkan etnis tionghoa memilih melakukan kremasi

Di Adijasa Surabaya kita bisa menyaksikan ritual upacara pemakaman etnis Tionghoa sejak ritual pertama hingga terakhir karena keturunan etnis Tionghoa di Surabaya jumlahnya memang cukup banyak. Tapi beberapa orang Tionghoa lebih memilih untuk melakukan kremasi karena beberapa faktor seperti:

·      Mereka tidak bisa menemukan tanah Fengshui terbaik.
·    Adanya permintaan dan wasiat almarhum yang bersangkutan sebelum wafat misalnya karena harapan agar tidak merepotkan keturunannya.
·      Ada juga keluarga yang memilih mengkremasikan karena kondisi mayat almarhum yang telah rusak dan tidak utuh akibat dari kecelakaan.
·  Kremasi juga banyak dilakukan karena faktor ketidakmampuan anggota keluarga untuk menziarahi makam setiap hari atau di hari-hari tertentu, entah karena faktor rumah yang jauh berada di luar kota atau luar negeri, maka lebih memilih untuk melakukan kremasi daripada tanah pemakaman tidak ada yang mengurus.

Secara umum, demikianlah faktor-faktor yang membuat keturunan etnis Tionghoa terutama yang tinggal di Surabaya memilih untuk mengkremasikan anggota keluarga yang meninggal. Meskipun demikian, dari hasil pengamatan dan survey yang telah dilakukan, persentase yang memilih tanah makam jauh lebih tinggi daripada kremasi. Buktinya, toko bunga Surabaya masih banyak dikunjungi pembeli yang ingin membeli bunga sebelum berziarah.

Ritual umum kremasi

Ritual kremasi hampir mirip dengan ritual pemakaman di tanah pemakaman tapi tidak diawali dengan menaburkan bunga duka Adijasa. Umumnya, jenazah orang yang meninggal akan diinapkan terlebih dahulu beberapa hari tepat di rumah duka  sehingga seluruh anggota keluarga dan rekan-rekannya bisa hadir untuk memberikan penghormatan terakhir.

Jika ada sahabat atau rekan kerja yang tidak sempat datang karena sedang berada jauh maka biasanya akan mengirimkan pesan bunga papan duka Surabaya sebagai ucapan belasungkawa. Upacara atau ritual sebelum kremasi disesuaikan dengan agama yang dianut almarhum serta keluarganya. Untuk orang Tionghoa yang memeluk agama Buddha biasanya akan memanggil caima atau biksu.

Ritual khusus kremasi

Kegiatan kremasi dilakukan di krematorium dan diawali ketika peti jenazah diletakkan di rantai penarik yang nantinya akan dibawa ke ruang pembakaran. Anggota keluarga dari orang yang meninggal atau wakilnya saja diminta untuk memasangkan dupa lalu bersembahyang untuk ditujukan pada dewa api. Pada tradisi masyarakat Tionghoa, dewa api adalah dewa pelindung krematorium.

Orang Tionghoa yang hingga saat ini masih memegang teguh prinsip dan tradisinya akan membuat meja untuk sembahyang yang ditempatkan di depan peti mati jenazah baru kemudian ditarik masuk dalam ruang pembakaran, lalu tiba saatnya anggota keluarga yang ditinggalkan untuk memberikan salam penghormatan terakhir, dalam kondisi inilah banyak anggota keluarga yang menangis karena tidak kuat menahan kesedihan.

Pasca proses pembakaran selesai, semua tulang dipisahkan dari abu kayu. Untuk melakukan hal ini, biasanya anggota keluarga menghubungi orang yang ahli, namun jika menggunakan jasa Adijasa, semuanya sudah ada yang mengurus, bahkan untuk detail pesan bunga papan duka Surabaya akan diatur oleh staf supaya terlihat rapi dan tidak mengganggu.

Selanjutnya terdapat 2 kemungkinan untuk abu jenazah, yakni akan disemayamkan di rumah abu atau memilih untuk dihanyutkan di lautan di tradisi orang Jawa lebih dikenal sebagai dilarung.

Untuk di kawasan Surabaya, rumah abunya berada di Jalan Kembang Jepun. Orang yang ingin datang melihat atau berziarah bisa merasakan adanya kemiripan dengan tanah pemakaman biasa. Pada umumnya tiap cengbeng.

Salah seorang ahli waris atau anak tertua biasanya akan meminta penjaga rumah abu supaya abu dari anggota keluarga bisa dikeluarkan lalu disimpan di atas meja yang tersedia sehingga mereka bisa melakukan penghormatan, dalam kondisi ini tidak perlu membawa bunga papan duka cita.

Sedangkan untuk jenazah yang dikremasi dan abunya dibuat di lautan, maka abu ditaruh di sebuah kuali atau kendi yang diikatkan dengan menggunakan kain berwarna merah. Mereka lantas menyewa sebuah kapal lalu dengan tali merah kendi yang isinya abu kremasi jenazah diturunkan ke dalam lautan, setelah kendi menyentuh air, maka kendi bisa dilepaskan dan proses kremasi ini pun dianggap berakhir.

Mengapa banyak ahli waris etnis Tionghoa yang lama melakukan kremasi pada jenazah para leluhurnya, bisa jadi karena sisi Fengshui. Dari ilmu fengshui China, masa kejayaan dari kuburan hanya berlaku hingga 60 tahun saja setelah lewat dari 60 tahun maka masa kejayaan akan dianggap musnah, fengshui kuburan bisa menjadi berkonotasi buruk serta dipercaya akan mengganggu keturunan yang masih hidup saat ini.

Maka dari itu, banyak keturunan yang baru akan melakukan upacara atau ritual kremasi pada jenazah leluhur mereka pasca 60 tahun masa kejayaan, makam akan dibongkar lalu melakukan kremasi sebagaimana melakukan ritual upacara pemakaman di tanah kuburan biasa.

Kremasi vs dikuburkan, mana yang lebih baik?

Mau dikremasi maupun dikuburkan, orang yang meninggal layak untuk mendapatkan penghormatan terakhir dari anggota keluarga yang dicintai termasuk dari rekan kerja dan para tetangga, untuk itu ketika ada anggota keluarga yang meninggal hendaknya langsung diinformasikan pada tetangga dan rekan-rekan sehingga mereka bisa ikut memberikan belasungkawa, entah itu dengan datang melayat langsung atau dengan hanya menitipkan bunga papan duka cita.

Bagi anda yang membutuhkan karangan bunga ucapan duka, bisa hubungi kami :

Agustina Florist
Psr.Bunga Kayoon Stan.B,No.26A
Jl. Kayoon,Surabaya

HP/WA : 081233437027 / 081803291424

Email : agustinaflorist44@gmail.com

Website : clianthabunga.com


Tidak ada komentar untuk "Kremasi vs Dikuburkan Dalam Proses Pemakaman Tionghoa"